Perusahaan Multinasional Alami Kerugian Rp 401 Miliar Akibat Penipuan Deepfake

Perusahaan Multinasional ini Alami Kerugian Akibat Deepfake. Foto Ilustrasi @BusinessToday
Perusahaan Multinasional ini Alami Kerugian Akibat Deepfake. Foto Ilustrasi @BusinessToday
0 Komentar

Realita Kita – Sebuah perusahaan multinasional mengalami kerugian sebesar HKD 200 juta atau sekitar Rp 401,8 miliar karena menjadi korban penipuan yang memanfaatkan teknologi deepfake.

Kejadian ini berawal ketika seorang karyawan di kantor cabang Hong Kong menerima pesan yang diduga phishing pada pertengahan bulan Januari. Pesan tersebut mengaku berasal dari CFO kantor pusat yang berbasis di Inggris.

Dalam pesan tersebut, karyawan perusahaan multinasional ini diminta untuk melakukan transaksi rahasia, tetapi ia tidak langsung percaya.

Baca Juga:Harga PS5 dan PS4 di Indonesia Terbaru Februari 2024Apple Siap Rilis Perangkat Lipat, Apakah Pengganti iPad Mini atau iPhone?

Selanjutnya, ia diundang untuk mengikuti panggilan video conference yang melibatkan CFO dan beberapa karyawan lainnya. Namun, ternyata itu adalah rapat palsu yang dihasilkan melalui teknologi deepfake.

Semua peserta dalam rapat tersebut ternyata adalah penipu yang menggunakan teknologi deepfake. Karyawan tersebut menjadi satu-satunya orang asli dalam rapat tersebut, seperti dilansir oleh realitakita.com dari South China Morning Post pada Selasa (6/2/2024).

Video deepfake yang digunakan dibuat dengan menggabungkan berbagai video yang tersedia secara publik untuk mensimulasikan wajah para penipu. Selama rapat, karyawan tersebut diinstruksikan untuk mentransfer uang sebanyak 15 kali ke lima rekening bank di Hong Kong. Total kerugian mencapai HKD 200 juta.

Kepolisian setempat menyatakan bahwa ini merupakan kasus deepfake pertama yang mereka tangani dengan jumlah kerugian yang signifikan. Mereka tidak memberikan informasi rinci mengenai perusahaan multinasional atau pegawai yang menjadi korban.

Superintendent Baron Chan Shun-ching menyebutkan bahwa dalam kasus sebelumnya, penipuan deepfake hanya terjadi dalam panggilan video satu lawan satu, bukan dalam panggilan konferensi.

“Dalam kasus ini, video conference melibatkan banyak orang, dan ternyata semuanya palsu,” jelas Chan. Ia juga menekankan bahwa para penipu menggunakan gambar yang sangat mirip dengan orang yang ditiru, bahkan suaranya pun mirip.

0 Komentar