Realita Kita – Empat individu asal China berhasil ditangkap setelah terlibat dalam pembuatan ransomware yang melibatkan penggunaan ChatGPT.
Awalnya, serangan ransomware dilaporkan oleh sebuah perusahaan di Hangzhou, ibukota provinsi Zhejiang, China.
Perusahaan tersebut menjadi korban penyanderaan sistem oleh ransomware, yang kemudian menuntut tebusan sebesar 20 ribu Tether, demikian seperti yang dilaporkan oleh kantor berita Xinhua pada Senin (1/1/2024).
Baca Juga:Gempa di Jepang Dengan M7.4 Picu Tsunami, Indonesia Terbebas dari Ancaman TsunamiGempa di Sumedang Mag:4.5, BMKG Pantau Dampak dan Imbau Kewaspadaan
Pada akhir November, dua tersangka berhasil ditangkap di Beijing, sementara dua tersangka lainnya ditangkap di Mongolia.
Mereka mengakui peran mereka dalam menulis kode ransomware dan mengoptimalkan serangan tersebut dengan bantuan ChatGPT.
Kegiatan mereka melibatkan pemindaian celah keamanan, penyusupan ransomware, dan pelaksanaan pemerasan.
Meskipun laporan tersebut tidak merinci apakah ChatGPT ikut serta dalam tuduhan, namun hingga saat ini, ChatGPT tidak tersedia secara resmi di China.
Begitu pula, aturan penggunaan AI generatif asing belum diatur dalam undang-undang di China.
Sejak perilisan ChatGPT oleh OpenAI pada akhir 2022, aksesnya masih diblokir di beberapa negara, termasuk China, Hong Kong, Korea Utara, dan Iran.
Meski demikian, pengguna berhasil mengatasi pemblokiran ini dengan menggunakan VPN dan nomor telepon dari negara lain.
Baca Juga:5 Cara Mengatur APN Indosat di Android dan iPhone Dengan Praktis dan CepatGebrakan Terbaru Microsoft Surface Pro 10 dan Surface Laptop 6, Dikabarkan Hadir dengan Teknologi AI Canggih!
Sebelumnya, kepolisian Beijing telah memperingatkan warga tentang potensi tindakan kriminal dan penyebaran hoaks yang dapat dilakukan oleh ChatGPT.
Pada Mei 2023, seorang pria di provinsi Gansu ditangkap karena diduga menggunakan ChatGPT untuk membuat berita palsu tentang kecelakaan kereta dan menyebarkannya secara daring.
Pada Agustus 2023, enam orang ditangkap oleh polisi karena terlibat dalam penipuan menggunakan teknologi deepfake.
Mereka menggunakan deepfake untuk membuat dokumen identifikasi yang digunakan dalam aksi penipuan, seperti meminjam uang dari bank.
Bahkan, badan Federal Trade Commission (FTC) Amerika Serikat telah memberikan peringatan terkait kemampuan AI untuk meniru suara seseorang, yang dapat digunakan untuk melakukan aksi penipuan.