Kredit Fiktif di BRI Rugikan Negara Rp 25 Miliar, Kepala Unit jadi Tersangka

kredit fiktif BRI
Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan menetapkan EW sebagai tersangka kredit fiktif BRI Unit Kebon Baru Tebet. (Foto: Kejari Jaksel)
0 Komentar

JAKARTA – Dunia perbankan nasional kembali diguncang oleh kasus korupsi. Kali ini, skandal tersebut mencuat dari Bank BRI Unit Kebon Baru, yang berlokasi di Tebet, Jakarta Selatan. Dugaan penyimpangan keuangan itu melibatkan praktik manipulasi data nasabah melalui skema kredit fiktif dalam program Kredit Usaha Pedesaan Rakyat (KUPRA). Kerugian negara dalam kasus ini ditaksir mencapai Rp 25 miliar.

Pihak yang mengungkap kasus ini adalah Penyidik Pidana Khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan (Kejari Jaksel). Melalui penyelidikan yang intensif, penyidik menetapkan DK, selaku Kepala Unit BRI Kebon Baru, sebagai tersangka utama.

DK diduga bekerja sama dengan beberapa pihak untuk menjalankan praktik lancung ini, termasuk EW, seorang calo atau perantara yang membantu mengumpulkan data nasabah fiktif.

Baca Juga:DPRD Subang Dukung Transformasi BP4D Menjadi Badan Perencanaan Pembangunan Riset dan Inovasi DaerahDorong SDM Unggul DPRD Subang Desak Pemkab Perkuat BLK Lewat Dukungan Anggaran

“Tim penyidik seksi pidana khusus Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan kembali menetapkan satu orang tersangka berinisial EW. Sebelumnya, kami telah menetapkan empat orang tersangka lain dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi kredit fiktif pada Bank BUMN Unit Kebon Baru, Jakarta Selatan,” ujar Suyanto Reksa Sumarta Kasi Pidsus Kejari Jaksel, di kutip dari Teropong News pada Selasa (18/6/2025).

Reksa menjelaskan EW berperan penting dalam menjalankan skema kredit fiktif ini. EW bertugas mencari dan mengumpulkan KTP masyarakat yang akan dicatut sebagai debitur, meskipun pemilik identitas tidak pernah mengajukan kredit. Ia kemudian bekerja sama dengan DK untuk memfasilitasi proses pengajuan dan pencairan kredit palsu.

“Dana hasil pencairan kredit fiktif tersebut justru digunakan untuk kepentingan pribadi oleh para pelaku. Oleh karena itu, tersangka langsung kami tahan selama 20 hari ke depan di Rutan Pondok Bambu, Jakarta Timur,” tambahnya.

Modus operandi dalam kasus ini cukup terstruktur. Para pelaku memanfaatkan program KUPRA yang seharusnya menjadi fasilitas permodalan bagi pelaku usaha di pedesaan. Namun, dalam praktiknya, kredit diajukan atas nama masyarakat yang tidak pernah mengakses program tersebut.

Pemilik KTP diberi “uang tutup mulut” berkisar antara Rp 600 ribu hingga Rp 900 ribu, dan data mereka digunakan sebagai syarat administrasi pengajuan kredit. Para pelaku kemudian membuat laporan palsu yang menyatakan bahwa para pemegang KTP berdomisili di Jakarta Selatan agar memenuhi syarat pengajuan kredit KUPRA.

0 Komentar