RealitaKita – Pesawat ATR 72-500, yang merupakan produk kolaborasi antara perusahaan pesawat asal Italia dan Prancis, ATR, mengalami kecelakaan di Sao Paulo, Brasil, mengakibatkan 62 korban jiwa, baik penumpang maupun awak.
Hingga saat ini, penyebab kecelakaan tersebut masih dalam tahap investigasi oleh pihak berwenang. Sejumlah ahli mengungkapkan adanya berbagai misteri yang muncul terkait insiden ini.
Kecelakaan ini tercatat sebagai insiden penerbangan paling mematikan di dunia sejak Januari 2023, ketika 72 orang tewas dalam kecelakaan pesawat Yeti Airlines di Nepal saat pesawat tersebut hendak mendarat. Pesawat yang terlibat dalam kecelakaan di Nepal juga merupakan jenis ATR 72, dan insiden tersebut terkait dengan kesalahan pilot.
Baca Juga:10 Aplikasi untuk Menemani Lari, Terdapat Strava hingga ReliveAsus Capai TKDN 40% untuk Laptop Bisnis Terbaru
Produsen ATR menyatakan bahwa spesialis perusahaan telah dilibatkan secara penuh untuk mendukung proses investigasi di Brasil. Pesawat tersebut merupakan produk dari perusahaan patungan antara Airbus di Prancis dan Leonardo S.p.A. dari Italia.
Sejak tahun 1990-an, berbagai kecelakaan yang melibatkan model ATR 72 telah menyebabkan 470 korban jiwa.
Menurut laporan dari pusat meteorologi televisi Globo, ada kemungkinan terbentuknya es di wilayah Vinhedo, dan media lokal mengutip pendapat ahli yang menyebut lapisan es sebagai penyebab potensial kecelakaan tersebut. Namun, pakar penerbangan Brasil, Lito Sousa, berpendapat bahwa kondisi meteorologi saja mungkin tidak cukup untuk menjelaskan mengapa pesawat itu mengalami kecelakaan.
“Menganalisis kecelakaan udara hanya berdasarkan tayangan visual dapat mengarah pada kesimpulan yang keliru mengenai penyebabnya,” ujar Sousa seperti dikutip oleh RealitaKita dari Associated Press.
“Kita dapat melihat bahwa pesawat kehilangan ‘tumpuan’ dan tidak memiliki kecepatan horizontal. Dalam kondisi seperti itu, tidak ada cara untuk memulihkan kendali pesawat,” jelasnya.
Pakar lain, Mary Schiavo, yang merupakan mantan inspektur di Departemen Transportasi Amerika Serikat, menyatakan bahwa pesawat tersebut mengalami kondisi yang fatal. “Jelas bahwa mereka mengalami gangguan aerodinamis total dan pada saat video itu direkam, tidak ada cara untuk menyelamatkan pesawat tersebut,” ungkap Schiavo.
Data pelacakan penerbangan menunjukkan bahwa pesawat tersebut jatuh dari ketinggian 17.000 kaki hanya dalam waktu satu menit, dan alasan di balik kejadian ini masih menjadi misteri. Berdasarkan video dan rekaman audio yang beredar di media sosial, Schiavo menyatakan bahwa tampaknya pesawat tersebut masih berfungsi dengan baik. “Mesinnya masih menyala, tidak ada kerusakan mesin,” ujarnya. Namun demikian, pesawat tersebut tampak jatuh dari langit.